Sabtu, 24 Desember 2011

PEMBERANTASAN SETENGAH HATI, KORUPSI MERAJALELA

Sebutan koruptor kini sudah menjadi sahabat bagi masyarakat. Koruptor adalah sebutan untuk  orang yang melakukan tindakan tidak terpuji berupa adanya penyelewengan atau penyalahgunaan uang umum demi kepentingan pribadi. Secara harfiah, korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politikus/politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka. Saat ini, di Indonesia korupsi menjadi topik terhangat yang menjadi perbincangan publik. Penyelewengan dan penyalahgunaan uang pemerintah menjadi budaya bagi petinggi-petinggi negara ini. Hal tersebut  terjadi tidak dapat dimungkiri lagi, selain dari moral manusia yang memang sudah jauh merosot, korupsi yang semakin merajalela ini dikerenakan oleh usaha pemerintah dalam memberantas korupsi yang masih setengah-setengah atau belum tuntas dalam artian pemberantasan setengah hati menyebabkan korupsi kian merajalela.
Pemberantasan korupsi yang masih setengah hati ini terlihat dari kinerja dan usaha pemerintah yang tidak kelihatan jelas dalam penanganan kasus korupsi itu sendiri. Penanganan kasus korupsi yang belum maksimal. Hal tersebut terlihat dari banyaknya kebijakan pemerintah yang justru melemahkan pemberantasan korupsi. Maka tidak jarang dari pejabat yang dengan suka rela melakukan tindakan tidak terpuji tersebut. Munculnya kebijakan tersebut mengambat KPK dalam melaksanakan tugasnya sebagai komisi pemberantasan korupsi. Adanya keputusan Inpres No. 5 Tahun 2004 dan Keppres No. 11 Tahun 2005, merupakan upaya untuk meningkatkan kualitas pemberantasan korupsi. Namun dalam pelaksanaan, keduanya tidak berjalan efektif dan masih meninggalkan banyak catatan. Sementara itu, PP No. 37 Tahun 2006 justru merupakan blunder kebijakan yang ditempuh pemerintah. Dengan keluarnya PP tersebut, potensi terjadinya gejala korupsi, khususnya bagi anggota DPRD, menjadi semakin besar, tambahnya. Selain itu, peran pemerintah dalam pembentukan undang-undang anti korupsi. Dalam penyusunan RUU Pengadilan Tipikor, pemerintah terbukti lamban. Selain itu, juga pada UU No. 3 Tahun 2009 tentang MA. Komitmen pemerintah dalam hal ini patut dipertanyakan sebab isu paling krusial tentang perpanjangan usia hakim agung justru diusulkan oleh pemerintah. Selain karena pemberantasan yang kurang maksimal, korupsi di Indonesia dikatakan semakin merajalela karena masih bertenggernya kedudukan Indonesia dalam negara-negara yang tergolong masih terjerat kasus korupsi. Hal tersebut pula yang menandakan pemeberantasan korupsi yang tak ada ujungnya. Saat ini usaha pemerintah dalam pemberantasan korupsi terkesan hanya sebuah pencitraan saja. Di hadapan publik pemerintahkan menggemborkan pembentukan komisi-komisi baru dalam memberantas korupsi seperti Satgas Pemberantasan Mafia Hukum. Padahal, setelah satgas itu dibentuk, pemerintah seolah melupakannya dengan tidak menguatkan lembaga itu. Sehingga, satgas saat ini tidak memberikan hasil yang signifikan dalam memberantas korupsi. Masih banyak kasus-kasus yang menunggak dalam penanganannya, seperti persoalan Century, mafia pajak, Nazaruddin, hingga mafia pemilu. Bahkan kasus-kasus barupun mulai bermunculan, seperti yang baru-baru ini ada Nunun Nurbaetie, tersangka kasus cek pelawat yang menjadi buronan internasional.
Pemberantasan korupsi yang kian merajalela ini dikarenakan oleh pemerintah yang masih setengah hati dalam menanganinya. Meskipun pemerintah saat ini sudah gencar dalam melakukan tindakan pemberantasan, tetapi tetap saja korupsi masih terjadi di mana-mana. Dari sekian kasus yang ada, kemungkinan yang baru diselidiki berkisar antara 5-10% saja. Maka, dalam pemberantasan korupsi ini perlu diberantas dan dicari penyebab yang paling signifikan terhadap korupsi yang terjadi di Indonesia. Kesalahan sepenuhnya juga tidak bisa dilimpahkan kepada pemerintah saja. Akan tetapi, masyarakat juga perlu menyadari bahwa sekecil apa pun bentuk korupsi itu perlu dihindari. Pejabat-pejabat negara juga perlu kesadaran diri untuk tidak melakukan perbuatan tidak terpuji tersebut.
Kinerja dan usaha pemerintah yang belum maksimal, serta munculnya kebijakan-kebijakan baru merupakan salah satu momok munculnya korupsi yang semakin menjamur. Hal tersebut memperlihatkan secara jelas pemerintah masih setengah–setengah dalam memberantas korupsi. Pemberantasan korupsi saat ini masih terkesan pencitraan saja, sehingga para koruptor menganggap setiap komisi yang dibentuk hanya untuk menakut-nakuti saja, maka dengan tenang koruptor merajalela di negeri ini.
IGA PUTRI PUSPITA'2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar